Di suatu malam yang sunyi berbalut langit hitam dan
bermandikan bintang di depan pelataran rumahku pertama kalinya aku bertemunya,
kedatanganya pun membawa aroma segar yang melegakan pikiranku yang kala itu
sedang diserang kebuntuan, entah aroma apa itu? Akupun tak tahu sebab baru kali
pertama dalam hidupku aku menghirupnya. Malam semakin larut aroma itupun seakan
memudar seirama dengan kepergianya, rasa kantuk tak bisa ku elakan lagi bahkan
secangkir kopi pun tak bisa menghadang rasa kantuk di malam itu. Dengan rasa
penasaran yang masih melekat dalam kepalaku tergiang kembali kehadiranya yang
membawa aroma segar yang menghayutkan jiwa dan duniaku.
Malam berikutnya akupun berharap kehadiranya, detik
demi detik, menit demi menit, jam demi jam ku nanti betul kedatanganya yang
membuat jiwaku tenang seakan terbebas dari semua masalah. Kutengok kanan kiri
berulang kali seperti pemuda tak tentu arah tujuan. Ia pun tak kunjung datang,
tak terasa dua setengah cangkir kopi pun telah habis ku minum dengan harapan
penghilang jenuh dikala menunggunya. Akhirnya ku akhiri malamku dengan penuh
rasa kecewa.
Masih ada rasa kecewaku prihal semalam akupun
menjalani pagiku tanpa ada semangat sedikitpun dalam diriku, hidup segan mati
tak mau, begitulah pagiku yang suram bagai berlayar di tengah badai,
terombang-ambing tak tentu arah tujuan. Kuceritakan tentang kisahku belakangan
ini kepada sahabat karibku Lala. Ku ceritakan semua kisahku pada malam itu.
Jawabanya membuatku bingung keheranan, Aku rasa sahabat karibku tahu sesuatu
tentang peristiwa yang kualami malam itu. Akupun menanyakan kepadanya “apa yang
sebenarnya terjadi kepadaku?” sahabatku menjawab “Itu adalah temanmu, Ia akan
menemuimu saat kau membutuhkanya, tapi kau tak bisa memanggilnya” jawab Lala
sahabatku.
Rasa penasaranku pun semakin menjadi-jadi, Aku pun
terus bertanya sebenarnya siapa dia yang tiba-tiba datang membawa kesegaran
yang seolah-olah memberikan secercah harapan kepadaku. Jikalau aku bisa
memanggilnya pasti akan kupanggil Ia setiap saat, tapi sayang berulangkali ku
coba berulang kali juga ku gagal.
Di hari-hariku berikutnya ku mulai mencoba
melupakanya, berharap ku bisa menjalani hidup tanpa harus teringat akan
kehadiran petamanya. Di sore hari yang cerah kutatap langit yang kuning
menyala-nyala, kutatap langit senja sampai dimakan gelap malam. Ku curahkan
keluh kesahku pada sang langit yang memakan lembayung senja, Ku maki
bintang-bintang dan langit malam yang dingin hingga menusuk tulang rusuk ku.
Uintuk pertama kalinya aku benci malam, ada securah inginku untuk menuntut
semesta yang dungu telah menciptakan malam yang sia-sia untukku.
Hingga di suatu sore ditemani dengan secangkir kopi
hitam panas sembari menikmati lembayung senja yang indah tiba-tiba kembali
kucium aroma kesegaran yang sama seperti di malam itu, sontak akupun teringat
perkataan Lala “Itu adalah temanmu, Ia akan menemuimu saat kau membutuhkanya,
tapi kau tak bisa memanggilnya” coba kupahami maksud dari ucapanya sembari ku
menikmati kesegaran dari aroma itu yang menenangkan hati, pikiranku pun
mengawang jauh bebas menuruti apa yang aku kehendaki.
Ditulis oleh : Gigih Prahastoro